بسم الله الرحمن الرحيم
Muqaddimah
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول
الله ، وعلى آله وصحبه وبعد :
Saudaraku fillah ‘Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri
telah menunjukkan kepadaku buah penanya tentang prinsip-prinsip yang selayaknya
dijalani oleh para penuntut ilmu. Sungguh aku melihat tulisan tersebut sebagai
karya yang istimewa. Dia telah mendapatkan taufiq untuk mengumpulkan
prinsip-prinsip yang dibutuhkan oleh penuntut ilmu, diiringi dengan dalil-dalil
dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
Kesimpulannya, penulis telah melakukan suatu yang
bagus dan memberikan faidah. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan, dan
semoga Allah membanyakkan yang semisal ini.
Aku memberikan semangat kepada para penuntut ilmu
untuk menghafal dan memperhatikan prinsip-prinsip ini. Wabillahit Taufiq.
Ahmad bin Yahya An-Najmi
27-4-1421 H
* * *
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين والصلاة
والسلام على رسول الله، أما بعد :
Tulisan ini merupakan penjelasan ringkas tentang
prinsip-prinsip penting yang diperlukan oleh seorang yang menempuh jalan
thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu syar’i). Saya wasiatkan dan saya ingatkan diriku
dan saudara-saudaraku sekalian dengannya, karena sesungguhnya seorang yang
menempuh jalan thalabul ‘ilmi dan ingin menuai hasilnya maka harus ada 10 prinsip
:
>> Pertama: Meminta Tolong Kepada Allah
Manusia itu lemah. Tidak ada daya dan kekuatan baginya
kecuali dari Allah. Apabila dia diserahkan pada dirinya sendiri, maka sungguh
dia akan hancur dan binasa. Namun kalau dia menyerahkan segala urusannya kepada
Allah Ta’ala dan meminta tolong kepada-Nya dalam menuntut ilmu, maka Allah
pasti akan menolongnya. Allah ‘Azza wa Jalla telah memberikan dorongan untuk
berbuat demikian dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah befirman :
( إياك نعبد وإياك نستعين )
Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu
kami minta pertolongan. [Al-Fatihah : 5]
Allah juga berfirman :
(ومن يتوكل على الله فهو حسبة ) [
الطلاق : 3]
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka
Dia yang akan menjadi sebagai pencukupnya.” [Ath-Thalaq: 3]
Allah juga berfirman :
( وعلي الله فتوكلوا إن كنتم مؤمنين )
]المائدة : 23[
"dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya kalian
bertawakkal, jika kalian memang kaum mukminin."
Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
لو أنكم توكلون على الله حق توكله لرزقكم
كما يرزق الطير ، تغدو خماصاً ، وتروح بطاناً
"Kalau seandainya kalian bertawakkal kepada Allah
dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rizki kepada kalian,
sebagaimana Dia memberi rizki pada burung, yakni burung tersebut berangkat pagi
dalam keadaan lapar, pulang sore hari dalam keadaan kenyang." *1
Sebesar-besar rizki adalah : ilmu.
Nabi kita Muhammad Shallahu 'alaihi wa Sallam
senantiasa bertawakkal dan meminta pertolongan kepada Rabbnya dalam segala
urusan beliau. Dalam doa keluar rumah yang sah dari Nabi Shallahu 'alaihi wa
Sallam terdapat dalil yang menunjukkan hal tersebut. Beliau berdo'a :
بسم الله توكلت على الله ولا حول ولا
قوة إلا بالله
"Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah.
Tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah." *2
>> Kedua: Niat yang baik
Seseorang niatnya harus karena Allah 'Azza wa Jalla
dalam menuntut ilmu. Bukan menginginkan didengar (orang lain) atau pun ingin
terkenal, tidak pula karena kepentingan-kepentingan duniawi. Barangsiapa yang
menjadikan niatkan hanya karena Allah, maka Allah akan memberikan taufiq
padanya serta memberikan pahala atas amalannya tersebut. karena (menuntut) ilmu
adalah ibadah, bahkan termasuk ibadah yang terbesar.
Suatu amalan, seorang hamba tidak akan diberi pahala
atas amalan tersebut, kecuali apabila dia mengikhlashkan karena Allah, dan
mengikuti Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman :
( إن الله مع الذين اتقوا والذين هم
محسنون ) [ النحل : 128[
"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang
bertaqwa dan orang-orang yang berbuat ihsan." [An-Nahl: 128]
Ketaqwaan yang terbesar adalah mengikhlashkan niat
karena Allah. Adapun orang yang riya’ dalam menuntut ilmu, disamping dia rugi
di dunia, dia juga akan diadzab di Hari Akhir. Sebagaimana dalam hadits yang
menjelaskan tentang 3 orang yang diseret di atas wajah-wajah mereka. Salah satu
dari tiga orang tersebut adalah seorang penuntut ilmu, yang mencari ilmu agar
dirinya dikatakan sebagai orang ‘alim (berilmu), dan dia telah dikatakan
demikian. *3
>> Ketiga: Merendah Kepada Allah dan Memohon
Kepada-Nya Taufiq dan Ketepatan
Serta meminta kepada Rabbnya tambahan dalam menuntut
ilmu. Seorang hamba itu faqir, sangat butuh kepada Allah. Dan Allah Ta’ala
telah memberikan motivasi hamba-hamba-Nya untuk meminta dan merendah
kepada-Nya. Allah berfirman :
( ادعوني أستجب لكم ) [ غافر : 60[
"Berdo'alah kalian kepada-Ku niscaya Aku kabulkan
untuk kalian." [Ghafir: 60]
Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
( ينزل ربنا كل ليلة إلي سماء الدنيا
حين يبقى ثلث الليل الآخر ، فيقول: من يدعوني فأستجب له ، من يسألني فأعطية ، ومن
يستغفرني فأغفر له)
“Rabb kita tiap malam turun ke langit dunia ketika
tersisa sepertiga malam terakhir, seraya berkata: ‘Barangsiapa yang berdo’a
kepada-Ku pasti akan Aku kabulkan, barangsiapa yang meminta kepada-Ku niscaya
Aku beri dia, dan barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku niscaya Aku ampuni
dia.” *4
Allah ‘Azza wa Jalla juga telah memerintahkan Nabi-Nya
untuk memohon kepada-Nya tambahan ilmu.
Allah berfirman :
Allah berfirman :
( وقل رب زدني علما ) [ طه: 114]
Dan katakanlah (dalam doamu) Wahai Rabbku, tambahkan
untukku ilmu. [Thaha: 114]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman mengisahkan
tentang Nabi Ibrahim ‘alahis salam :
( رب هب لي حكما وألحقني بالصالحين )
[ الشعراء: 83]
(Ibrahim berdoa): “Ya Rabbi, berikanlah kepadaku
hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang shalihin.”
[Asy-Syu'ara: 83]
Hikmah di sini yang dimaksud adalah ilmu. Sebagaimana
sabda Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam :
إذا اجتهد الحاكم … الحديث
Apabila seorang hakim (berilmu) telah berijtihad … *5
Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam pernah mendo’kan
shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu agar diberi kekuatan hafalan. *6
Beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam juga mendo’akan
shahabat Ibnu ‘Abbas agar diberi karunia ilmu. beliau berdo’a :
اللهم فقهه في الدين ، وعلمه التأويل
Ya Allah, jadikan ia faqih (berilmu) tentang agama,
dan ajarkanlah padanya ilmu tafsir.” *7
Allah pun mengabulkan doa beliau Shallahu ‘alaihi wa
Sallam. Maka shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu tidaklah beliau mendengar
satu hadits/ilmu kecuali beliau menghafalnya. Dan jadilah Ibnu ‘Abbas
Radhiyallah ‘anhuma sebagai hibrul ummah dan turjumanul qur`an (gelar bagi
shahabat Ibnu ‘Abbas karena keilmuannya yang sangat luas dan pemahamannya yang
sangat mendalam terhadap tafsir Al-Qur’an).
Para ‘ulama pun senantiasa berjalan di atas prinsip
ini. Inilah Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, beliau menuju ke masjid,
kemudian sujud kepada Allah dan meminta kepada-Nya dengan mengatakan: “Wahai
Dzat yang telah mengajari Nabi Ibrahim, ajarilah aku. Wahai Dzat yang telah
memberikan pemahaman kepada Nabi Sulaiman, pahamkanlah aku.”
Maka Allah pun mengabulkan doa beliau. Sampai-sampai
Ibnu Daqiqil ‘Id rahimahullah mengatakan: “Sungguh Allah telah mengumpulkan
ilmu untuknya, sampai seakan-akan ilmu tersebut berada di antara kedua matanya,
yang bisa beliau ambil sekehendak beliau.”
>> Keempat: Kebaikan Hati
Hati merupakan wadah bagi ilmu. apabila wadah tersebut
bagus, maka bisa melindung dan menjaga sesuatu yang ada di dalamnya. Namun
apabila wadanya rusak, maka sesuatu yang ada di dalamnya bisa hilang.
Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam menjadikan hati
sebagai dasar bagi segala sesuatu. Beliau bersabda :
ألا وإن في الجسد مضغه ، إذا صلحت صلح
الجسد كله ، وإذا فسدت فسد الجسد كله ، ألا وهي القلب
“Ketahuilah bahwa dalam jasad itu terdapat segumpal
daging. Apabila segumpal daging tersebut baik, maka baiklah seluruh jasad.
Namun jika jelek, maka jasad seluruhnya pun jelek. Ketahulah bahwa segumpal
daging tersebut adalah hati.” *8
Kebaikan hati akan terwujud dengan ma’rifatullah
(mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala) dengan nama-nama, sifat-sifat, dan
perbuatan-perbuatan-Nya, serta merenungkan makhluk-makhluk dan ayat-ayat-Nya.
Kebaikan hati juga akan terwujud dengan merenungkan
Al-Qur`anul ‘Azhim. Demikian juga kebiakan hati akan terwujud dengan banyak
sujud dan shalat malam.
Hendaknya seseorang menjauh/menghindarkan dari
perusak-perusak dan penyakit-penyakit hati. Perusak dan penyakit tersebut
apabila ada dalam hati, maka hati tersebut tidak akan mampu membawa ilmu, kalau
pun bisa membawanya namun ia tidak akan memahaminya. Sebagaimana Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang orang-orang munafik yang sakit hatinya,
Mereka punya hati namun mereka tidak bisa memahaminya.
[Al-A'raf: 179]
Penyakit-penyakit hati, terbagi dua: syahwat dan
syubhat.
- Syahwat, seperti cinta dunia dan berbagai kelezatannya, serta menyibukkan diri denganya, senang kepada gambar-gambar yang haram, suka mendengarkan sesuatu yang diharamkan berupa suara musik atau lagu, dan juga melihat sesuatu yang haram.
- Syubhat, seperti keyakinan-keyakinan yang rusak, amal-amal yang bid’ah, menisbahkan diri pada berbagai paham pemikiran bid’ah yang menyimpang dan menyelisihi manhaj salaf.
Termasuk penyakit hati yang bisa menghalangi dari ilmu
adalah, hasad ,khianat, dan sombong.
Termasuk perusak hati juga adalah kebanyakan tidur,
banyak bicara, dan banyak makan.
Maka hendaknya dihindarkan penyakit-penyakit dan
perusak-perusak kebaikan hati di atas.
>> Kelima: Kecerdasan
Kecerdasan itu ada yang alami, ada pula yang muktasab
(bisa diupayakan). Apabila seseorang memang cerdas, maka dia harus semakin
menguatkannya. Kalau tidak, maka dia harus menampa diri agar bisa meraih
kecerdasan tersebut.
Kecerdasan merupakan di antara sebab kuat yang
menunjang dalam pengumpulan ilmu, memahami, dan menghafalnya, serta membedakan
antara berbagai masalah, memadukan dalil-dalil, dan sebagainya.
>> Keenam: Antusias Mengumpulkan Ilmu merupakan
sebab untuk bisa memperolehnya dan mendapatkan pertolongan Allah Ta’ala
terhadapnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
( إن الله مع الذين اتقوا والذين هو
محسنون ) [ النحل: 128]
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa
dan orang-orang yang berbuat ihsan.” [An-Nahl: 128]
Seseorang apabila dia tahu tentang nilai penting
sesuatu, maka ia akan antusias untuk meraihnya. Sedangkan ilmu merupakan suatu
terbesar yang semestinya diraih oleh seseorang.
Maka wajib atas penuntut ilmu: Antusias yang kuat
untuk menghafal dan memahami ilmu, duduk bersama para ‘ulama dan talaqqi ilmu
langsung dari mereka, semangat untuk banyak membaca, menyibukkan umur dan
waktunya (untuk ilmu), dan sangat perhitungan terhadap waktunya.
>> Ketujuh: Keseriusan, Kesungguhan, dan
Kontiunitas dalam Meraih Ilmu
Menjauh dari kemalasan dan kelemahan. Mujahadatun Nafs
(memerangi diri sendiri) dan memerangi syaithan. Jiwa dan Syaithan merupakan
dua penghalang amalan menuntut ilmu.
Di antara sebab yang membantu membangkitkan
kesungguhan dalam menuntut ilmu adalah: Membaca biografi-biografi para ‘ulama,
tentang kesabaran, kekokohan menanggung beban/resiko, dan perjalanan mereka
dalam meraih ilmu dan hadits.
>> Kedelapan: Konsentrasi
Yaitu seorang penuntut ilmu mencurahkan segala
kesungguhannya hingga ia berhasil sampai kepada tujuannya dalam ilmu dan
kekokohan padanya, baik kekuatan hafalan, pemahaman, dan pondasi yang kokoh.
>> Kesembilan: Terus Berada di Sisi Guru dan
Pengajar
Ilmu itu diambil dari mulut para ‘ulama. Maka seorang
penuntut ilmu, agar kokoh dalam ilmu di atas pondisi yang benar, maka hendaknya
ia bermulazamah kepada ‘ulama, talaqqi (mengambil) ilmu langsung dari mereka.
Sehingga pencarian ilmunya tegak di atas kaidah-kaidah yang benar. mampu
melafazhkan nash-nash qur’ani dan hadits dengan pelafazhan yang benar, tidak
ada kesalahan maupun kekeliruan. Memahami ilmu dengan pemahaman yang tepat
sesuai maksudnya. Dan lebih dari itu, dia bisa mengambil faidah dari ‘ulama:
adab, akhlaq, dan sifat wara’. Hendaknya dia menghindar agar jangan sampai yang
menjadi gurunya adalah kitab. Karena sesungguhnya barangsiapa yang gurunya
adalah kitabnya maka ia akan banyak salahnya sedikit benarnya.
Demikianlah, inilah yang terjadi pada umat ini. Tidak
seorang tampil menonjol dalam ilmu kecuali ia sebelumnya telah tertarbiyyah dan
terdidik di hadapan ‘ulama.
>> Kesepuluh: Menempuh Waktu yang Lama
Janganlah seorang penuntut ilmu mengira bahwa menuntut
ilmu akan selesai sehari atau dua hari, setahun atau dua tahun. Bahkan menuntut
ilmu itu butuh kesabaran bertahun-tahun.
Al-Qadhi ‘Iyadh ditanya,
“Sampai kapan seseorang itu menuntut ilmu?”
“Sampai kapan seseorang itu menuntut ilmu?”
Beliau menjawab,
“Sampai mati, sehingga tintanya menemaninya sampai ke kuburnya.”
“Sampai mati, sehingga tintanya menemaninya sampai ke kuburnya.”
Al-Imam Ahmad berkata:
“Aku duduk mempelajari Kitabul Haidh selama sembilan tahun hingga aku memahaminya.”
“Aku duduk mempelajari Kitabul Haidh selama sembilan tahun hingga aku memahaminya.”
Demikianlah, para penuntut ilmu yang cerdas senantiasa
duduk bermulazamah kepada ‘ulama selama sepuluh tahun atau dua puluh tahun.
Bahkan sebagian mereka terus bermulazamah hingga Allah mewafatkannya.
Inilah beberapa prinsip yang perlu untuk diperhatikan
oleh penuntut ilmu guna meraih ilmu.
Saya memohon kepada Allah agar memberikan taufiq
terhadap kita dan antum kepada ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih.
وصلي الله على نبينا محمد ، وعلي آله
وصحبه ومن تبعهم واقتفي أثرهم بإحسان إلي يوم الدين .
تم ولله الحمد .
Ditulis Oleh: Asy Syaikh ‘Abdullah bin Shalfiq
Azh-Zhafiri
Muqoddimah Oleh : Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi
Catatan Kaki :
* 1: HR. Ahmad (I/30), At-Tirmidzi (2344), Ibnu Majah
(4164), dari shahabat ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallah ‘anhu. Dishahihkan
oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 310.
* 2: HR. Abu Dawud (5095). At-Tirmidzi (3426), dari
shahabat Anas bin Malik Radhiyallah ‘anhu. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albani dalam Al-Kalimuth Thayyib no. 59.
* 3: Yaitu hadits dari shahabat Abu Hurairah
Radhiyallah ‘anhu bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam menceritakan
tentang tiga orang yang pertama kali diadili para hari Kiamat nanti, salah satu
di antara mereka adalah orang yang diberi karunia ilmu :
… وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ
الْقُرْآنَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ
فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ.
قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ
الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ
عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ. …
“… dan seorang yang mempelajari ilmu dan
mengajarkannya, serta rajin membaca Al-Qur’an. Maka ia pun didatangkan,
kemudian diperlihatkan kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan kepadanya,
maka ia pun mengakuinya. Allah berkata: ‘Apa yang kamu amalkan dengan
nikmat-nikmat tersebut?’ Dia menjawab: ‘Saya mempelajari ilmu dan
mempelajarinya, serta aku rajin membaca Al-Qur’an karena Engkau.’ Allah
menjawab: ‘kamu telah berdusta!! Engkau mempelajari ilmu karena ingin dikatakan
sebagai seorang yang ‘alim (berilmu), dan engkau rajin membaca Al-Qur’an supaya
dikatakan dia adalah qari’, dan kamu telah dikatakan demikian.’ Maka dia
diperintahkan diseret di atas wajah, kemudian dicampakkan ke dalam Neraka. …”
[HR. Muslim 1905]
* 4: HR. Al-Bukhari 1145, Muslim 758, dari shahabat
Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu
* 5: HR. Al-Bukhari 7352, Muslim 1716 dari shahabat
‘Amr bin Al-’Ash dan shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhuma.
* 6: Lihat HR. Al-Bukhari 119
* 7: Penggal pertama do’a ini: (اللهم فقهه في الدين )
diriwayatkan oleh Al-Bukhari 143. Adapun penggal kedua diriwayatkan oleh
Ath-Thabarani. Lihat Ash-Shahihah no. 2589.
* 8: HR. Al-Bukhari no. 52, Muslim 1599, dari shahabat
An-Nu’man bin Basyir Radhiyallah ‘anhu.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar