“Aku adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan aku
adalah orang yang pertama kali memanah musuh di jalan Allah.” Demikianlah Sa’ad bin Abi Waqqash
memperkenalkan dirinya. Dia adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam,
dan orang pertama yang memanah musuh di jalan Allah.
Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin ‘Abdi Manaf hidup di Bani Zuhrah, yang merupakan paman-paman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari pihak ibu. Wuhaib adalah kakek Sa’ad. Dia adalah paman Aminah binti Wahab, ibu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Orang-orang mengenal Sa’ad sebagai paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari pihak ibu. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihatnya, beliau merasa bangga kepadanya karena keberanian, kekuatan, dan kesungguhan imannya, maka beliau bersabda, “Ini adalah pamanku, maka hendaklah seseorang memperlihatkan kepadaku istrinya.”
Masuknya Sa’ad ke dalam Islam terjadi pada awal-awal munculnya
Islam. Dia mengenal dengan baik Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam serta mengetahui kejujuran dan sifat
amanah beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah sering bertemu dengannya sebelum
beliau diutus menjadi rasul. Beliau mengetahui betapa besar kecintaan Sa’ad
untuk berperang dan juga keberaniannya.
Sa’ad
sangat suka memanah. Dia selalu berlatih melempar anak panah. Dia masuk Islam
dengan mudah dan tidak sulit, bahkan sangat cepat masuk Islam. Dia adalah orang
ketiga dari tiga orang yang masuk Islam lebih dulu. Kondisi yang dialami Sa’ad
tidak berbeda dengan kondisi orang-orang lain. Ketika ibunya ynag bernama
Hamnah mengetahui tentang keislamannya, sang ibu pun sangat marah kepadanya.
Sang ibu berkata kepadanya, “Wahai Sa’ad, apakah kamu meninggalkan agamamu dan agama nenek
moyangmu, lalu kamu mengikuti sebuah agama yang baru? Demi Allah, aku tidak
akan mencicipi satu makanan dan minuman pun hingga kamu meninggalkan agama baru
itu.”
Sa’ad menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku dan tidak akan
berpisah darinya.”
Sang ibu bersikeras dengan sikapnya, sementara dia mengetahui
bahwa Sa’ad sangat mencintainya, sehingga hatinya akan merasa iba ketika dia
melihat ibunya berada dalam kondisi tubuh yang lemah dan tidak sehat lagi. Sang
ibu tetap melakukan niatnya. Namun karena Sa’ad lebih mencintai Allah dan
Rasul-Nya, maka dia pun berkata ibunya, “Wahai Ibu, demi Allah, andai engkau memiliki tujuh puluh
nyawa yang keluar satu demi satu, maka aku tetap tidak akan meninggalkan
agamaku untuk selama-lamanya.”
Sang
ibu mengetahui bahwa anaknya itu telah berubah dan tidak akan pernah
kembali lagi ke agama sebelumnya untuk selama-lamanya. Karenanya, sang ibu pun
makan dalam keadaan bersedih dan marah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan Sa’ad sebagai orang
yang menyebabkan turunnya salah satu ayat Alquran, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan
firman-Nya :
“Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”
Mengenai
anggapan bahwa Sa’ad adalah orang yang pertama kali melemparkan anak panah
dalam rangka berjuang di jalan Allah, dikisahkan bahwa suatu ketika kaum muslimin
Makkah sedang mengerjakan shalat di lorong-lorong jalan yang ada di
Makkah secara sembunyi-sembunyi. Namun sebagian kaum musyrikin melihat mereka,
lalu kaum musyrikin pun menyerang kaum muslimin, maka Sa’ad bin Abi Waqqash
bangun dan langsung menyerang , mereka. Dia memanah salah seorang dari mereka
hingga darah mengalir dari tubuh orang tersebut. Inilah darah pertama yang
ditumpahkan oleh umat Islam.
(Saat
kaum kuffar Makkah memboikot kaum muslimin) Sa’ad bersama Rasulullah berlindung
di klan Abu Thalib, sehingga harus menahan lapar bersama beliau selama tiga
tahun penuh. Selama itu Sa’ad hanya memakan dedaunan hingga akhirnya Allah pun
menghendaki ujian ini berakhir. Tak lama kemudian Sa’ad radhiyalahu ‘anhu lalu
pergi berhijrah ke madinah bersama orang-orang yang berhijrah di jalan Allah.
Umair bin Abi Waqqash berhijrah bersama saudaranya, Sa’ad, ke
Madinah. Ketika orang yang bertugas untuk mengumandangkan seruan jihad berkata,
“Hayya ‘alal jihad” (Mari
berjihad). Sa’ad pun segera keluar dengan membawa
pedang dan panahnya. Saat itu usia Sa’ad telah lebih dari dua puluh
tahun, sedangkan Umair masih kecil. Umurnya belum mencapai tiga belas atau
empat belas tahun.
Sebagaimana biasanya, Rasulullah selalu memeriksa kondisi
pasukannya. Beliau akan menolak anak-anak kecil yang tidak memiliki kemampuan
dan kekuatan untuk berperang. Rasulullah pun melihat Umair. Saat itu Umair
bersembunyi agar dia tidak disuruh pulang oleh Rasulullah, yang menyebabkan
dirinya tidak bisa ikut berperang bersama dengan kaum muslimin. Namun
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam nelihatnya, maka beliau menolak dan
menyuruh Umair untuk pulang. Umair pun menangis hingga Nabi merasa iba
kepadanya. Akhirnya, Rasulullah membolehkan Umair untuk keluar bersama pasukan
Badar. Umair pun berdiri disamping Sa’ad guna berjihad di jalan Allah.
Ketika
peperangan selesai dan debu tidak lagi beterbangan, terlihatlah 14 orang dari
kaum muslimin yang gugur sebagai syahid. Orang yang paling muda diantara ke-14
orang tersebut adalah Umair bin Abi Waqqash. Sa’ad pun pulang dengan
membawa kemenangan di satu tangannya dan tangisan (kesedihan) di tangan yang
lain.
Kehidupan berjihad berlangsung dengan cepat. Orang-orang Islam
berpindah dari satu pertempuran ke pertempuran yang lain hingga tibalah saatnya
perang Uhud. Saat itu para pasukan pemanah tidak mematuhi ucapan Nabi kita,
lalu mereka meninggalkan tempat-tempat mereka. Melihat keadaan itu, pasukan
kaum musyrkin pun menyerang kaum muslimin hingga akhirnya mereka sampai ke
Rasulullah yang pada saat itu hanya segelintir shahabat saja yang ada di
samping beliau, diantaranya Sa’ad bin Abi Waqqash radhiiyallahu ‘anhu. Ketika
Rasulullah melihat Sa’ad, beliau bersabda kepadanya, “Usir mereka (maksudnya
pukul mundur orang-orang musyrik itu).”
Sa’ad berkata, “Bagaimana aku dapat melakukan hal itu sendirian?”
Akan tetapi kemudian, Sa’ad segera mengeluarkan anak panah dari
sarungnya, lalu dia melemparkan anak panah itu ke arah salah seorang dari kaum
musyrikin hingga orang itu tewas. Sa’ad kembali mengambil anak panah yang lain,
lalu dengan anak panah itu dia pun membunuh salah seorang lainnya dari
kaum musyrikin. Demikianlah, panahnya telah membunuh banyak orang musyrik, mak
a Sa’ad mengambil panahnya itu, lalu berkata, “Ini adalah panah yang diberkahi
oleh Allah.”
=Bersambung
insya Allah=
Sumber: Kisah Teladan 20 Sahabat Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk Anak, Dr. Hamid Ahmad Ath-Thahir, Irsyad
Baitus Salam, 2006 (Dipublikasikan ulang oleh Kisah Muslim)
Artikel www.KisahMuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar